
BANDA ACEH – Terletak di ujung barat Indonesia, Provinsi Aceh begitu banyak menyimpan cerita di masa lalu. Kisah yang tersimpan mulai dari Kesultanan Aceh hingga perjuangan masyarakat pada zaman kolonial Belanda.
Namun siapa sangka, peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut masih disimpan rapi di tengah Kota Serambi Mekkah, yaitu di Museum Aceh. Museum Aceh merupakan salah satu destinasi wisata edukatif yang menawarkan beragam koleksi benda antik peninggalan sejarah.
Setiap koleksi yang ditampilkan di Museum Aceh sudah lengkap dengan penjelasan, tertulis tepat di bagian bawahnya. Penjelasan tersebut dibuat agar pengunjung dapat mengenal serta menambah ilmu sejarah.
Inilah yang menjadi salah satu alasan Museum Aceh sering dijadikan spot destinasi wisata edukatif. Kemudian, dari sini para wisatawan juga bisa mendapatkan pengetahuan tentang adat maupun budaya Aceh. Ditambah lagi museum tersebut juga tersedia perpustakaan dengan 12.445 koleksi buku pengetahun untuk menambah wawasan.
Selain koleksi prasejarah yang menarik perhatian pengunjung, di dalam Museum Aceh juga terdapat lonceng kuno berusia sekitar 1.400 tahun. Lonceng tersebut dikenal dengan nama “Lonceng Cakra Donya” merupakan hadiah persahabatan antara Kesultanan Samudera Pasai dan Kaisar Tiongkok.
Koleksi lainnya yang ada di Museum Aceh, yaitu foto para pahlawan maupun perjuangan masyarakat saat mengusir Belanda. Senjata yang digunakan saat itu juga masih tertata rapi hingga saat ini, seperti pistol kuno, rencong, serta alat tradisional lainnya. Aneka peninggalan sejarah ini tentunya dapat menarik perhatian pengunjung lokal hingga mancanegara.
Menariknya lagi, di sana juga terdapat Makam Sultan Iskandar Muda, tepat berdampingan dengan Museum Aceh. Makam yang sempat dihilangkan jejaknya oleh Belanda tersebut, baru dapat ditemukan kembali pada 19 Desember 1952, berkat petunjuk dari salah seorang bekas permaisuri Sultan Aceh bernama Pocut Meurah.
Sejarah Museum Aceh tidak kalah menarik dengan semua koleksi-koleksi yang ditampilkan di dalamnya. Museum ini didirikan pada 31 Juli 1915, yang dipimpin F.W.Stammeshous dan diresmikan oleh Gubernur Sipil dan Militer, Jenderal Belanda H.N.A. Swart.
Berdasarkan catatan sejarah, awal berdirinya bangunan museum tersebut hanya berupa Rumoh Aceh atau rumah tradisional yang berasal dari Paviliun Aceh pada saat penyelenggaraan pameran di Kota Semarang, pada 13 Agutus-15 November 1914.
Ketika itu, pameran tersebut berhasil membuat Paviliun Aceh memperoleh 4 medali emas, 11 perak, 3 perunggu, dan piagam penghargaan sebagai Paviliun terbaik. Ke empat medali emas tersebut diberikan untuk pertunjukan, boneka-boneka Aceh, etnografika, dan mata uang, perak untuk pertunjukan, foto, dan peralatan rumah tangga.
Atas keberhasilan itulah, Stammeshaus mengusulkan kepada Gubernur Aceh agar paviliun dibawa kembali ke Aceh dan dijadikan sebuah museum. Ide itu pun diterima oleh Gubernur Aceh Swart.
Akhirnya atas prakarsa Stammeshaus, Paviliun Aceh dikembalikan ke Aceh. Pada masa itu museum berada di bawah tanggung jawab penguasa sipil dan militer Aceh F.W. Stammeshaus sebagai kurator pertama.
Nah, bagi anda yang penasaran dan ingin menambah pengetahun tentang Aceh, bisa langsung mengunjungi Museum Aceh di Jalan Sultan Mahmudsyah, Nomor 10, Gampong Peuniti, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh.
Museum Aceh buka untuk umum setiap hari kecuali pada hari libur nasional dimulai dari pukul 08.30-12.00 WIB dilanjuti kembali sesi siang hari pukul 14.00-16.15 WIB. Untuk harga tiketnya sendiri, Anak-anak seharga Rp2.000, dewasa Rp3.000 sedangkan untuk wisatawan asing seharga Rp5.000.
Kemudian kamu tak perlu khawatir, untuk membantu mempercepat proses kunjungan anda, pihak museum menyediakan fasilitas yang dapat diakses secara online di website resmi museum.acehprov.go.id.
Jadi tunggu apalagi? Yuk jangan sampai kelewatan untuk berkunjung ke Museum Aceh.[]
Foto : Museum Aceh. | Foto : Acehtourism.travel